Gambar disamping merupakan salah satu pemandangan di Kawasan Hutan Konservasi yang ada di Murung Raya tepatnya di areal pegunungan Muller oleh seorang Pemanen Sarang Walet dari Puruk Cahu.
Sejarah nama Muller - Schwaner
Lebih dari satu setengah abad yang
lalu, seorang ahli geologi, biologi dan petualang bernama gustaaf Adolf
Frederik Molengraaff (1860-1942) menamakan wilayah ini dengan sebutan
Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwaner, yang ditujukan sebagai
penghargaan bagi dua orang penjelajah Borneo yang berhasil melakukan
ekspedisi yang luar biasa melintasi rimba Borneo yang nyaris tak pernah
dimasuki oleh penjelajah sebelumnya (pristine forest).
Mayor Georg. Muller, pimpinan misi pemerintahan Kerajaan Belanda, pada tahun 1825 melakukan ekspedisi melintasi Hutan Borneo dari ujung timur hingga ujung barat. Tujuh belas tahun kemudian, seorang petualang berkebangsaan Jerman, C.A.L.M. Schwaner, melakukan dua rangkaian ekspedisi (1843 dan 1848) melintasi Borneo dari bagian selatan hingga barat Borneo.
Mayor Georg. Muller, pimpinan misi pemerintahan Kerajaan Belanda, pada tahun 1825 melakukan ekspedisi melintasi Hutan Borneo dari ujung timur hingga ujung barat. Tujuh belas tahun kemudian, seorang petualang berkebangsaan Jerman, C.A.L.M. Schwaner, melakukan dua rangkaian ekspedisi (1843 dan 1848) melintasi Borneo dari bagian selatan hingga barat Borneo.
Cakupan Kawasan dan Fungsi Muller - Schwaner
Luas keseluruhan kawasan pegunungan
ini adalah sekitar 2.252.000 hektar, yang tersusun dari tipe hutan
primer dan sekunder. Secara administrative, kawasan Muller - Schwaner
berada di tiga Provinsi, yaitu : Kalimantan Barat (Kab. Sintang, Melawi
dan Kapuas Hulu), Kalimanan Tengah (Kab. Murung Raya, Gunung Mas, dan
Katingan), dan kalimantan Timur (Kab. Kutai Barat). Status fungsi
kawasan hutan Muller - Schwaner meliputi Hutan Lindung, yaitu Bukit
Batikap (Kalteng) dan Pangihan Lambuanak (Kalbar) yang pengelolaannya
berada dalam kewenangan pemerintah daerah (dinas Kehutanan); serta
sebagian Hutan Produksi (HP) dan HP Terbatas.
Kawasan Muller - Schwaner, dengan beragam sumber daya alam yang dikandungnya, tidak dapat dipungkiri lagi fungsi dan peranannya dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakat adat lokal. Beratus-ratus tahun lamanya masyarakat adat (suku dayak) memenuhi kebutuhan hidup, agama, dan tradisibudayanya dari pemanfaatan kawasan ini. Suku dayak terbagi dalam 11 dialek merupakan masyarakat yang dikenal arif dalam pemanfaatan sumber daya alam (hutan). Pegunungan Muller yang bersambungan dengan Pegunungan Schwaner merupakan kawasan tangkapan air bagi sungai-sungai besar di Kalimantan dan berperan sebagai "menara air" di jantung Pulau Borneo. Singai-sungai besar itu antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Kahayan, Barito, dan Mahakam.
Selain sebagai kawasan tangkapan air yang penting di pulau kalimantan, kawasan ini menyimpan beragam jenis sumber daya hutan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat disekitarnya. Sebuah kajian etnobotani di Desa Tumbang Naan menunjukkan intensitas ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Dari sekitar 400 jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat, hanya baru 50 jenis yang telah dibudidayakan, sedang selebihnya masih diambil langsung dari alam.
Kawasan Muller - Schwaner, dengan beragam sumber daya alam yang dikandungnya, tidak dapat dipungkiri lagi fungsi dan peranannya dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakat adat lokal. Beratus-ratus tahun lamanya masyarakat adat (suku dayak) memenuhi kebutuhan hidup, agama, dan tradisibudayanya dari pemanfaatan kawasan ini. Suku dayak terbagi dalam 11 dialek merupakan masyarakat yang dikenal arif dalam pemanfaatan sumber daya alam (hutan). Pegunungan Muller yang bersambungan dengan Pegunungan Schwaner merupakan kawasan tangkapan air bagi sungai-sungai besar di Kalimantan dan berperan sebagai "menara air" di jantung Pulau Borneo. Singai-sungai besar itu antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Kahayan, Barito, dan Mahakam.
Selain sebagai kawasan tangkapan air yang penting di pulau kalimantan, kawasan ini menyimpan beragam jenis sumber daya hutan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat disekitarnya. Sebuah kajian etnobotani di Desa Tumbang Naan menunjukkan intensitas ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Dari sekitar 400 jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat setempat, hanya baru 50 jenis yang telah dibudidayakan, sedang selebihnya masih diambil langsung dari alam.
Pesona Hayati Muller - Schwaner
Tingginya keanekaragaman hayati yang
dikandung oleh kawasan ini menjadi salah satu dasar dari upaya kita
bersama untuk melindunginya. Sekita 65% dari seluruh jenis burung yang
ada di Kalimantan, dapat kita temukan di kawasan ini. selain itu, dari
hasil penelitian yang hanya dilakukan kurang dari tiga tahun, telah
tercatat terdapat 2 jenis primata dan 1 satwa pemakan dagisng atau
karnivola (Neofelis nebulosa) yang terdaftar sebagai Appendix I CITES, 2 primata dan 1 jenis binatang pengerat yang terdaftar sebagai Appendix II,
dan 5 jenis ikan yang baru tercatat (new record). Hal ini menggambarkan
sebegitu tingginya kekayaan hayati kawasan pegunungan Muller -
Schwaner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar